Liverpool Puasa Gelar Lagi? Ini Dia Penyebab Meredupnya Sang Raja Anfield
Liverpool FC, klub kebanggaan Anfield dan para Kopites di seluruh dunia, kembali menjadi sorotan. Sayangnya, kali ini bukan karena prestasi, melainkan karena kenyataan pahit: puasa gelar. Setelah sekian musim bersaing di papan atas, musim ini The Reds kembali menutup musim tanpa trofi.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada pasukan merah Merseyside? Apakah Liverpool sedang dalam masa transisi? Atau ada masalah yang lebih dalam di balik kegagalan meraih gelar? Yuk, kita kupas satu per satu.
Flashback Kejayaan: Tak Selalu Suram
Sebelum membahas musim ini, mari kita ingat sejenak bahwa Liverpool bukan tim sembarangan. Dalam lima tahun terakhir, mereka sempat menjuarai:
-
Liga Champions 2018/2019
-
Premier League 2019/2020
-
Piala FA & Carabao Cup 2021/2022
Di tangan Jurgen Klopp, Liverpool berubah dari tim “hampir juara” menjadi salah satu tim paling ditakuti di Eropa. Namun seperti pepatah bilang, roda selalu berputar. Dan saat ini, tampaknya The Reds sedang berada di bawah.
Musim yang Melelahkan: Banyak Main, Minim Piala
Salah satu alasan mengapa Liverpool gagal mengangkat trofi musim ini adalah jadwal padat dan kurang konsistensi. Meski tampil oke di awal musim, Liverpool kerap kehilangan poin di pertandingan krusial. Bahkan beberapa laga yang seharusnya mudah dimenangkan malah berakhir imbang atau kalah.
Bertarung di banyak kompetisi membuat skuad kelelahan. Cedera pemain kunci seperti Salah, Robertson, atau bahkan Van Dijk juga menjadi faktor besar yang memengaruhi performa tim.
Perubahan Taktik yang Belum Matang
Jurgen Klopp sempat mencoba beberapa formasi berbeda musim ini. Ia memainkan Alexis Mac Allister sebagai pengatur tempo baru, serta eksperimen di lini belakang dengan pemain muda. Namun tak semua strategi berjalan mulus. Kadang terlalu ofensif, kadang justru terlalu berhati-hati.
Ketidakseimbangan ini terlihat jelas saat Liverpool menghadapi tim besar. Beberapa pertandingan penting seperti melawan Manchester City, Arsenal, dan Chelsea justru berakhir tanpa kemenangan.
Masalah di Lini Tengah dan Kedalaman Skuad
Setelah kepergian pemain seperti Henderson, Fabinho, dan Milner, lini tengah Liverpool terasa goyah. Meskipun ada pemain baru seperti Szoboszlai dan Gravenberch, adaptasi mereka tidak instan. Lini tengah Liverpool kehilangan daya tekan dan kontrol seperti era Wijnaldum atau prime Thiago.
Selain itu, kedalaman skuad Liverpool masih belum cukup mumpuni. Saat pemain utama cedera, pengganti yang masuk tidak selalu memberikan dampak signifikan. Hal ini kontras dengan tim-tim seperti Manchester City yang punya dua tim inti sama kuatnya.
Jurgen Klopp: Akhir Sebuah Era?
Musim 2024/2025 ini juga menjadi musim terakhir Jurgen Klopp melatih Liverpool. Setelah hampir satu dekade, Klopp memutuskan untuk mundur. Keputusan ini sudah diumumkan sejak awal tahun, namun tetap memberikan dampak emosional besar.
Bagi sebagian fans, puasa gelar musim ini bukan akhir segalanya, melainkan penutup sebuah era besar Klopp di Anfield. Ia membawa Liverpool bangkit dari keterpurukan, memenangkan gelar yang sudah lama dirindukan, dan menghidupkan kembali atmosfer magis di stadion Anfield.
Harapan untuk Musim Depan
Walau tanpa gelar musim ini, Liverpool masih punya masa depan cerah. Beberapa hal yang bisa menjadi titik balik:
-
Kehadiran pelatih baru (kemungkinan besar Ruben Amorim atau Xabi Alonso)
-
Transfer pemain yang lebih strategis
-
Kembalinya para pemain muda berbakat seperti Harvey Elliott, Conor Bradley, dan Jarell Quansah
-
Peningkatan performa dari para pemain inti yang mulai matang
Dengan perencanaan yang baik, bukan tidak mungkin Liverpool kembali bersaing di puncak dan mengakhiri masa puasa gelar secepatnya.
Penutup
Puasa gelar bukan akhir dari segalanya. Liverpool adalah klub dengan sejarah panjang dan fanbase loyal yang tak pernah menyerah. Meski musim ini berakhir tanpa trofi, perjuangan belum selesai. The Reds hanya perlu bangkit, berbenah, dan menatap musim depan dengan semangat baru.
Karena seperti nyanyian mereka:
“You’ll Never Walk Alone.”